PPendidikan Masa Kini: Berbagi Pengetahuan Menuju Masa Depan

Senin, 09 April 2012

IMPLIKASI TEORI BELAJAR CARL ROGERS DALAM PENDIDIKAN

Artikel
Oleh : Atrisna, S.Pd (Guru MAN Muara Enim)
A.    Pendahuluan
Belajar merupakan sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Menurut Arden N. Frandsen dalam Darsono (2001), mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi, adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar. (Frandsen, 1961, p.216).
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Teori belajar Carl Rogers merupakan salah satu teori belajar humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien. (Sudrajat, 2007). Dalam artikel sederhana ini, saya akan mencoba menguraikan penerapan teori relajar Carl Rogers dalam pendidikan.
B.  Pembahasan
I.    Aplikasi Teori Humanistik Carl Rogers dalam Pendidikan
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik Carl Rogers dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. (Sanusi, 2009)
1.  Aplikasi Teori Belajar Carl Rogers terhadap pembelajaran Guru dan siswa
Guru yang baik menurut teori ini adalah Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
Teori belajar humanistik Rogers juga menitikberatkan pada metode student-centered, dengan menggunakan "komunikasi antar pribadi" yaitu berpusat pada peserta didik dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam suatu kehidupan. Yang terpenting dari Rogers adalah proses suasana (emotional approach) dalam pembelajaran bukan hasil dari belajar. Seorang guru harus lebih responsif terhadap kebutuhan kasih sayang dalam proses pendidikan. Perasaan gembira, tidak tertekan, nyaman adalah hal yang dinginkan dalam proses pembelajaran. (Wahyudin, 2009)
Menurut Wartawarga (2009), Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu realitas di dalam fasilitator belajar,  penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, serta pengertian yang empati.
a.  Realitas di dalam fasilitator belajar merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
b.  Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.
c.  Pengertian yang empati, Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke  dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers dalam Zakaria (2009) yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1)      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2)      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3)      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4)      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
            Dari bukunya Freedom To Learn, Carl Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
1)      Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2)      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3)      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4)      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5)      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6)      Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7)      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8)      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9)      Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10)  Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.  Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1)      Merespon perasaan siswa
2)      Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3)      Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4)      Menghargai siswa
5)      Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6)      Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7)      Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa inggris dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a)      Merumuskan tujuan belajar yang jelas
b)      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
c)      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
d)     Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
e)      Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
f)       Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g)      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h)      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
2.  Contoh Aplikasi Teori Belajar Humanistik Carl Rogers
Contoh Aplikasi Teori belajar Carl Rogers  diterapkan pada Pembelajaran di Sekolah Alam Jakarta.  Siswa mampu mengaitkan pelajaran dengan nyata, juga dapat mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima. Di Sekolah Alam Jakarta tidak hanya siswa yang belajar, guru pun belajar dari murid, bahwa orang tua juga belajar dari guru dan siswa. Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Selain belajar dari buku, anak-anak juga belajar dari alam sekelilingnya. Anak-anak bukan belajar untuk mengejar nilai, tetapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Sartika (2008), Suatu tema di sekolah alam ditegaskan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, Komprehensif dan aplikatif sekaligus juga memahami kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan kepada anak-anak Sekolah Alam Jakarta adalah kemampuan membangun jiwa keingintahuan, melakukan observasi, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah. Dengan metode spider web mereka belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri. Setiap anak dihargai kelebihannya, dan dipahami kekurangannya. Dengan begitu, di Sekolah Alam Jakarta, berbeda dengan pendapat guru bukanlah hal yang tabu.
            Menurut Teori Carl Rogers, Dalam keseharian di sekolah alam sama sekali tidak ditemukan proses belajar dalam artian “formal” dan konvensional. Dalam sekolah alam rasa keingintahuan anak dapat tersalurkan. Apapun yang mereka inginkan dapat mereka temukan di sekolah alam. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas maupun guru yang terlalu mengatur sehingga mereka dapat menemukan sesuatu yang penting dan berarti tentang mereka dan dunia yang mengelilinginya dalam kegiatan belajar mereka. Siswa tidak hanya belajar dari teori-teori belaka yang diberikan oleh guru, mereka justru memperoleh pengetahuan dari apa yang mereka amati dan mereka perhatikan melalui proses belajar mereka. Kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan pada anak-anak di sekolah alam adalah kemampuan membangun jiwa, keinginan melakukan observasi, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah. Belajar di alam terbuka secara naluriah akan menimbulkan suasana fun, tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah pun menjadi identik dengan kegembiraan.
Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri. Setiap anak di hargai kelebihannya dan dipahami kekurangannya. Mereka diarahkan untuk belajar secara aktif. Di mana guru berperan sebagai fasilitator. Siswa belajar tidak untuk mengejar nilai, tetapi untuk memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika berpikir yang baik, mencermati alam lingkungannya menjadi media belajarnya dengan metode action learning dan diskusi. Anak-anak ,tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya.
Jika dikaji dengan Teori Belajar Carl Rogers, Berikut Penerapan teori belajar pada sekolah alam:
a. Keinginan untuk belajar Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas maupun guru yang terlalu mengatur.
b.  Belajar secara signifikan. Proses belajar ditujukan bukan untuk mengejar nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika berpikir yang baik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Anak memperoleh sekaligus pengetahuan beserta penerapannya dalam kehidupan pribadinya maupun bermasyarakat. Sehingga sumber daya manusia yang dihasilkan bukanlah orang-orang yang mampu berteori tetapi juga mampu mengaplikasikannya.
c.  Belajar tanpa ancaman Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana fun tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah menjadi identik dengan kegembiraan sehingga inti pokok pembelajaran dapat diserap dengan baik.
d. Belajar atas inisiatif sendiri Anak-anak belajar tidak hanya selama jam belajar sekolah. Mereka dapat belajar dari apapun dan kapanpun. Dengan sistem belajar dalam sekolah alam yang telah membiasakan mereka untuk belajar secara aktif dan mandiri, membuat mereka menemukan, memilih, dan mencari tahu sendiri apa yang ingin diketahuinya.
e. Belajar dan berubah Yang berubah sehingga mereka diharapkan akan mampu beradaptasi dengan situasi lingkungan yang selalu dinamis.
II.  Implikasi Teori Belajar Humanistik Carl Rogers
Menurut Wahyudin (2009), Psikologi humanistik Carl Rogers memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.  Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
1.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.  Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Berikut salah satu contoh Implikasi teori belajar humanistik Rogers terhadap metode pembelajaran sains dimana dalam pembelajaran sains lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran sains yang lebih menekankan pada pembawaan metodenya. Seperti metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemecahan masalah, dan metode demonstrasi. Sehingga posisi guru menjadi fasilitator, motivator, dan stimulator. Guru hanya memfasilitasi pembelajaran peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Wartawarga (2009) mengemukakan Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respons secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subyektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara obyektif.
Rogers juga mengabaikan aspek – aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
C. Penutup
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan ini antara lain :
1.      Aplikasi teori humanistik Carl Rogers dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas.
2.      Teori belajar humanistik Rogers menitikberatkan pada metode student-centered, dengan menggunakan "komunikasi antar pribadi" yaitu berpusat pada peserta didik dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam suatu kehidupan.
3.      Implikasi teori belajar humanistik Rogers terhadap metode pembelajaran lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran Seperti metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemecahan masalah, dan metode demonstrasi. Sehingga posisi guru menjadi fasilitator, motivator, dan stimulator. Guru hanya memfasilitasi pembelajaran peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
D.  Sumber Referensi
Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000), Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius .

Sanusi, Suzana.  2009.  Teori Belajar Humanistik.  Diundu pada tanggal 17 Februari 2010 dalam file:///D/teori-belajar-humanistik.html


Sartika, Andita Ayu.  2008.  Penerapan Teori Belajar Pada Pendidikan Sekolah Alam.  Di undu pada tanggal  10 April 2010 dalam http://forum.upi.edu/v3/index.php? topic
Wahyudin, Yuyun.  2009.  Teori Belajar Humanistik Carl Ransom Rogers Dan Implikasinya Terhadap Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.  Diundu pada tanggal 18 Februari 2010
Wartawarga, 2009.  Teori Humanistik Carl Rogers.  Diundu pada tanggal 17 Februari     2010dalamfile:///D:/Teori%20Humanistik%20Carl%20Rogers%20%20%20Warta%20Warga.htm

Zakaria, Slamet.  2009.  Tokoh-tokoh Teori Belajar.  Diundu pada tanggal 17 Februari 2010 dalam file:///D:/teori%20belajar%20carl%20roger+behaviour.htm
http://abu-muthi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bikin komentar anda disini.......

Add to Google

Follower